Hampir seminggu absen posting gara-gara final beruntun. Ditambah lagi tugas pengganti final yang harus ditulis tangan, bukan diketik, apalagi ditulis kaki. Mungkin tujuannya untuk menghindari kebiasaan copy paste. Ngomong-ngomong soal kuliah, dosen saya pernah bertanya, "siapa yang belum pernah jadi khatib?" Beberapa orang ngacung telunjuk mirip anak SD berebut soal matematika, saya salah satunya. Sesaat kemudian beliau bertanya lagi, siapa yang belum pernah jadi imam shalat di masjid?" Beberapa orang kembali ngacung sambil noleh kanan kiri, kebanyakan masih orang-orang yang sama. Lagi-lagi saya salah satunya. Payah..
Perguruan tinggi tempat saya mengais ilmu memang didominasi oleh mahasiswa jebolan pesantren dan madrasah aliyah. Jadi khatib atau imam sudah biasa bagi mereka. Apalagi dalam bulan Ramadhan. Tawaran job bisa datang dari mana saja. Honornya lumayan, ada beberapa ustadz buddu' yang bisa ngisi dompet sampai Rp. 3 jt dalam bulan Ramadhan. Kalo sudah begini siapa yang berani nolak?
Saya lupa menjelaskan arti kata buddu', sebenarnya saya juga baru tahu artinya semester lalu. Menurut sumber yang (mungkin) bisa dipercaya, buddu' (bhs. Bugis) berarti: amplop/honor/upah. Jadi yang saya maksud ustadz buddu' adalah orang yang berdakwah karena mengincar honor. Tapi bukan ustadz gadungan, karena mereka kayaknya memang paham agama.
Beberapa yang saya amati sama sekali tidak berperilaku seperti apa yang sering mereka sampaikan di atas mimbar. Apa tidak aneh ketika orang yang menyerukan shalat justru rajin bolos shalat. Menyebar dusta setelah menganjurkan menyebar salam. Taruhan bola meski menyampaikan judi itu haram.
Alhasan berkata: Tiada seorang berkhutbah (ceramah) suatu khutbah melainkan Allah akan menanyakan tentang tujuan khutbah itu pada hari kiamat (apakah tujuannya).
(H.R. Ibn Abid Dunia, Albaihaqi. Hadits mursal).
Malik bin Dinar: Jika membacakan hadits ia menangis sambil berkata, kamu kira aku gembira dengan ceramahku ini, padahal saya mengetahui bahwa Allah akan menanya padaku "Apakah tujuanmu dengan keteranganmu itu?". Lalu aku jawab, "Engkau ya Allah saksi terhadap apa yang ada dalam hatiku, andaikan aku mengetahui bahwa Engkau lebih suka aku diam niscaya tidak akan saya terangkan pada dua orang selamanya".
So...??
"Unzhur maa qaala wa laa tanzhur man qaala"
Artinya “Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa yang berkata”. Ini pesan Ali bin Abi Thalib yang mungkin bisa kita terapkan. Karena ustadz buddu' juga menyampaikan hal yang benar, hanya saja kesadaran untuk melaksanakan ucapannya belum nampak.
Image: edi-kusnandar.blogspot.com
Beberapa yang saya amati sama sekali tidak berperilaku seperti apa yang sering mereka sampaikan di atas mimbar. Apa tidak aneh ketika orang yang menyerukan shalat justru rajin bolos shalat. Menyebar dusta setelah menganjurkan menyebar salam. Taruhan bola meski menyampaikan judi itu haram.
Alhasan berkata: Tiada seorang berkhutbah (ceramah) suatu khutbah melainkan Allah akan menanyakan tentang tujuan khutbah itu pada hari kiamat (apakah tujuannya).
(H.R. Ibn Abid Dunia, Albaihaqi. Hadits mursal).
Malik bin Dinar: Jika membacakan hadits ia menangis sambil berkata, kamu kira aku gembira dengan ceramahku ini, padahal saya mengetahui bahwa Allah akan menanya padaku "Apakah tujuanmu dengan keteranganmu itu?". Lalu aku jawab, "Engkau ya Allah saksi terhadap apa yang ada dalam hatiku, andaikan aku mengetahui bahwa Engkau lebih suka aku diam niscaya tidak akan saya terangkan pada dua orang selamanya".
So...??
"Unzhur maa qaala wa laa tanzhur man qaala"
Artinya “Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa yang berkata”. Ini pesan Ali bin Abi Thalib yang mungkin bisa kita terapkan. Karena ustadz buddu' juga menyampaikan hal yang benar, hanya saja kesadaran untuk melaksanakan ucapannya belum nampak.
Image: edi-kusnandar.blogspot.com
3:46 PM
Post a Comment